Berikut ini adalah kisah-kisah inspiratif yang menggugah hati. Saya coba tuliskan dari berbagai sumber. Mudah-mudahan hati kita masih bersih dan dapat mengambil renungan hikmahnya…..
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
KEBOHONGAN SEORANG IBU
1. Saat makan, jika makanannya sedikit, ibu berikan makanan itu pada anaknya seraya berkata (bohong): “cepat makan nak, ibu tidak lapar”.
2. Jika ikan/dagingnya kurang, si ibu akan menyerahkan daging itu kepada anaknya seraya berkata (bohong): “ibu tak suka daging, makanlah nak..!”
3. Tengah malam saat menjaga anaknya yg sakit, ibu berkata (bohong): “tidurlah nak, ibu masih… belum ngantuk”
4. Ketika anaknya masuk kuliah dan butuh sejumlah uang yang tidak sedikit, sang ibu menjual kalung kesayangannya satu-satunya dan menyerahkan uang seraya berkata (bohong) : ”Ini untuk biaya masuk kuliah nak, ibu masih punya simpanan”.
5. Ketika anaknya sudah bekerja dan mengirim uang untuk ibunya, Ia berkata (bohong lagi) : “simpanlah untuk keperluanmu nak, ibu masih punya uang.”
6. Saat anaknya sukses menjemput ibunya untuk tinggal di rumah besar, ibunya berkata (bohong juga): “ibu lebih nyaman tinggal di rumah tua dan kecil ini nak, ibu tak ingin meninggalkan warisan ayahmu satu-satunya ini”.
7. Ketika ibunya sakit, si anak menangis dan ingin membawanya ke dokter, ibunya berkata sambil tersenyum(penuh kebohongan): “jangan menangis nak dan tidak perlu ke dokter, ibu tidak apa-apa.”
Oh…ibu, KEBOHONGANMU ADALAH CURAHAN KASIH SAYANGMU YANG AMAT BESAR.
Ya Allah, aku tidak sanggup membalas kebaikan dan kasih sayang ibuku, maka balaslah ia dengan kasih sayangMu, karena Engkau Maha Pengasih dan Penyayang.
(Dari sahabatku, pak Ridwan, Guru SMAN 61 Jakarta [dan eks Guru SMAN MH Thamrin Jakarta]).
======================================
Anakku: KEMENANGAN BUTUH KESABARAN
Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yg sedang baca koran… “Ayah, ayah…” kata sang anak…
“Ada apa?” tanya sang ayah…..
“aku capek, sangat capek … aku capek karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek…aku mau menyontek saja! aku capek. sangat capek…
aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! … aku capel, sangat capek …
aku cape karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung…aku ingin jajan terus! …
aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati…
aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku…
aku capek ayah, aku capek menahan diri…aku ingin seperti mereka…mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah ! ..” sang anak mulai menangis…
Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata ” anakku ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang… lalu sang anak pun mulai mengeluh ” ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah krn ada banyak ilalang… aku benci jalan ini ayah” … sang ayah hanya diam.
Sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang…
“Wwaaaah… tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat ini!” sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau.
“Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.
” Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah…?”
” Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?”
” Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tau ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu”
” Ooh… berarti kita orang yang sabar ya yah? alhamdulillah”
” Nah, akhirnya kau mengerti”
” Mengerti apa? aku tidak mengerti”
” Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi… bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga… dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangatt indah.. seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku”
” Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ”
” Aku tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat … begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi… ingatlah anakku… ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri… maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri… seorang pemuda muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena ia tahu ada Allah di sampingnya… maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang… maka kau tau akhirnya kan?”
” Ya ayah, aku tau.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini … sekarang aku mengerti … terima kasih ayah , aku akan tegar saat yang lain terlempar ”
Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya.
Kiriman sahabat Nida Tsaura S <nida.tsaura@gmail.com>
======================================
.
SURAT UNTUKMU, AYAH…!
Sang Ayah mendapati kamar itu sudah rapi, dengan selembar amplop
bertuliskan “Untuk ayah” di atas kasurnya.. perlahan dia mulai membuka surat itu…
Ayahku tercinta,
Aku menulis surat ini dengan perasaan sedih dan sangat menyesal. Saat ayah membaca surat ini, aku telah pergi meninggalkan rumah. Aku pergi bersama kekasihku, dia cowok yang baik, setelah bertemu dia.. ayah juga pasti akan setuju meski dengan tatto2 dan piercing yang melekat ditubuhnya, juga dengan motor bututnya serta rambut gondrongnya. Dia sudah cukup dewasa meskipun belum begitu tua (aku pikir jaman sekarang 42 tahun tidaklah terlalu tua).
Dia sangat baik terhadapku, lebih lagi dia ayah dari anak di kandunganku saat ini. Dia memintaku untuk membiarkan anak ini lahir dan kami akan membesarkannya bersama.
Kami akan tinggal berpindah-pindah, dia punya bisnis perdagangan ekstasi yang sangat luas, dia juga telah meyakinkanku bahwa marijuana itu tidak begitu buruk. Kami akan tinggal bersama sampai maut memisahkan kami. Para ahli pengobatan pasti akan menemukan obat untuk AIDS, jadi dia bisa segera sembuh.
Aku tahu dia juga punya cewek lain tapi aq percaya dia akan setia padaku dengan cara yang berbeda.
Ayah.. jangan khawatirkan keadaanku. Aku sudah 15 tahun sekarang, aku bisa menjaga diriku. Salam sayang untuk kalian semua. Oh iya, berikan bonekaku untuk adik, dia sangat menginginkannya.
—-
Masih dengan perasaan terguncang dan tangan gemetaran, sang ayah membaca lembar kedua surat dari putri tercintanya itu…
Ps : Ayah, .. tidak ada satupun dari yang aku tulis di atas itu benar, aku hanya ingin menunjukkan, ada ribuan hal yg lebih mengerikan daripada nilai Raportku yg buruk. Kalau ayah sudah menandatangani raportku di atas meja & berjanji untuk tidak memarahiku, panggil aku ya…Aku tidak kemana2, saat ini aku ada di tetangga sebelah.
========================
.
SURAT DARI IBUMU
Anakku….
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang
gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.
Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.
Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.
Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu.
Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.
Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak berjumpa, meski
melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.
Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.
Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini?
Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan
luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Tuhan yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,
Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…
Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Tuhan, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.
Anakku..
Takutlah engkau kepada Tuhan karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini.
Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang
sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayang dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ..Ingatlah.
Salam sayang selalu
Ibumu………
========================
.
KEMBALIKAN TANGANKU, AYAH
Seorang anak laki-laki dari sebuah keluarga yang ayahnya super sibuk, sebutlah Budi namanya yang berumur sekitar 3 tahunan. Ayahnya tak kunjung ada waktu untuk anaknya, meskipun sekedar makan bersama ataupun bercanda sambil menonton TV, tak ada waktu!!!
Ayhanya, baru saja membeli mobil baru dari hasil kerja kerasnya. Di suatu sore hari, Budi yang baru bisa dan senang-senangnya menggambar, menggambar mobil baru kesayangan ayahnya dengan coretan-coretan yang tentu merusak cat mobil. Ketika ayahnya datang, ia kemudian menghampiri ayahnya dan dengan bangga mengatakan kepada ayahnya, “Ayah, lihatlah, aku membuat gambar yang bagus di mobil ayah” dengan tanpa merasa bersalah (karena ia memang belum mengerti).
Kontan saja, sang ayah marahnya bukan kepalang. “Ya Tuhan, Budi… Kamu tahu apa yang kamu lakukan? Mobil ayah ini baru, puluhan tahun ayah bekerja keras untuk dapat membelinya, dan kamu sekarang merusaknya. Dasar anak nakal, anak bodoh”. Sambil marah ayahnya menyeret Budi untuk menghukumnya. Diambilnya ranting pohon kotor yang didaptnya di tanah halaman rumahnya. Kemudian sambil menyeret anaknya, ia terus memukuli tangan anaknya berkali-kali tanpa peduli dengan tangisan anaknya. Tangan Budi pun luka-luka dan merah lebam.
Setelah melampiaskan amarahnya, sang ayah kemudian menyerat Budi ke kamar pembantunya, dengan berkata “Bibi, ini Budi sejak sekarang tidur dengan Bibi, dia dihukum karena nakal dan bodoh. Awas, jangan dikasih makan ataupun minum. Itulah hukuman bagi anak nakal”. Ayahnya pun kemudian berlalu meninggalkan anak dan pembantunya.
Ketika malam menjelang pagi hari, pembantunya dengan sedikit takut mengetuk pintu kamar ayahnya. “Pak, maaf… Budi sakit panas” katanya. Ayahnya dengan nada masih marah berkata “biar saja, biarkan dia mengerti atas ulahnya itu” sambil kembali menutup pintu.
Keesokan harinya, ketika ayahnya di kantor, pembantunya kembali menelepon memberitahukan kondisi Budi yang semakin demam tinggi. Begitu juga, ayahnya tetap masih dengan nada marah menyuruh membiarkan anaknya itu.
Setelah beberapa hari, Budi benar-benar sangat kritis dengan demamnya. Kini ibunya yang merajuk kepada suaminya untuk menengok barang sebentar Budi yang sudah tidak sadar. Akhirnya, ayahnya pun kemudian melihat. Begitu kaget ayahnya melihat Budi yang sudah tidak sadar dengan luka di tangan yang kelihatan sangat buruk. Sanga ayah dan ibu pun kemudian buru-buru membawa Budi ke rumah sakit.
Sesampai di rumah sakit, dokter yang mendiagnosa kemudian mengatakan. “Pak, bapak terlambat membawanya. Penyakitnya sudah sulit diatasi. Jalan satu-satunya hanyalah amputasi, harus dipotong lengannya”. Bagai disambar petir di siang bolong ayah dan ibu tersentak mendengarnya, terutama ayahnya yang kini menyadari betapa ia sangat berdosa kepada anaknya.
Setelah ibu-ayah merenungkan keputusan dokter, maka demi mencegah hal yang lebih buruk pada anaknya, mereka pun kemudian menyetujui keputusan amputasi.
Cukup lama ayah dan ibu menunggui Budi yang belum siuman. Mereka menunggu dengan setia dan penyesalan yang sangat dalam. Setelah kemudian Budi mulai sadar, ayahnya pun kemudian segera memburu memeluk dan menciumi anaknya dengan penuh rasa haru. Selang beberapa lama, akhirnya, hal yang sangat dikhawatirkan ayah terjadi, Budi mulai menyadari bahwa ia telah kehilangan tangannya.
Sesaat kemudian, Budi dengan kepolosannya berkata kepada ayahnya, “Ayah, Budi janji tidak akan nakal lagi, tidak akan menggambar di mobil ayah lagi. Tapi, tolong ayah, kembalikan lagi tangan Budi….”. Kontan, tangisan ayah dan ibunya meledak seketika. Mereka, terutama sang ayah, tak kuasa berkata apapun. Hanyalah penyesalan yang dalam …..
==================================
.
MANDIKAN AKU, IBU…
Seorang putri dari sebuah keluarga yang kaya dan super sibuk, sebutlah Santi. Tanpa disadari, rupanya ia mengalami gangguan kesehatan yang cukup kronis. Hingga suatu hari, entah kenapa, ia begitu merajuk manja kepada ibunya.
“Mama, mandikan aku ya hari ini saja. Aku ingin mandi bersama Mama” katanya. Ibunya yang sibuk tentu marah dengan ungkapan kemanjaan seperti itu. Ia pun berkata “Santi… apa-apan kamu ini. Sudah begini besarnya kamu ingin dimandiin Mama. Nggak malu apa? Lagian kan kamu tahu, Mama sibuk banget???” sambil memelototi putrinya. “Sudah ah, jangan macam-macam. Mama harus segera berangkat ke kantor. Santi kembali memelas, “Ma, sekali ini saja. Aku kayaknya kurang enak badan”. Ibunya tak menggubris putrinya sambil terus bergegas pergi dan berkata “ya kalau nggak enak badan minum obat saja”.
Di siang harinya, pembantunya menelepon ibunya. “Bu, Santi sakit demam tinggi, ibu sebaiknya pulang” katanya. Ibu yang masih sedang sibuk dengan urusan kantornya menimpali dengan marah “Bi, tahu enggak sih, saya kan sedang sibuk di kantor. Urus saja dulu seperti biasanya, dikasih minum obat”.
Menjelang petang, pembantunya kembali menelepon “Bu, Santi semakin parah sakitnya, kelihatannya harus segera dibawa ke rumah sakit”. Ibunya pun kembali marah karena merasa terganggu. “Ya sudah, bawa aja ke rumah sakit. Urus segala sesuatunya, nanti saya ke sana kalu sudah selesai pekerjaan di luar kota. Mungkin besok siang baru bisa”.
Keesokan harinya, sang pembantu kembali menelepon ibunya. Keruan saja ibunya kembali marah “harus berapa kali sih saya kasih tahu Bi?” sambil marah dengan nada tinggi. Pembantunya kemudian berkata “maaf Bu, Santi sekarang sudah meninggal…” sambil menangis.
Pecahlah tangsian sang Ibu. Dengan mengambil penerbangan pesawat pertama, ia kemudian bergegas ke rumah sakit tempat anak putrinya. Setelah masuk ke kamar rawat putrinya, ia pun berhambur memeluk tubuh anaknya. Sambil menangis meraung-raung, ia berkata sambil tersendat-sendat “Santi sayang, Mama mau mandiin kamu…….” sambil tak henti-hentinya menggoyang-goyangkan tubuh putrinya yang sudah terbujur kaku.
==================================
.
AKU INGIN MEMBELI WAKTU AYAH.
Sebutlah Wawan putra seorang ayah yang sibuk sebagai eksekutif. Mungkin usianya sekitar 10-an tahun. Saking sibuknya, hampir setiap hari ia tak pernah bertemu ayahnya. Ayahnya berangkat saat ia masih tidur dan pulang saat ia sudah tidur. Di hari sabtu dan minggu pun ia jarang mendapati ayahnya libur bekerja.
Begitu penasaran dan kangen kepada ayahnya, ia bertanya kepada ibunya. “Mama, kerja papa itu apa sih?” tanyanya. Ibunya menjawab “pejabat di kantor, sayang. Memangnya ada apa?”. “Enggak Ma, kok kayanya tidak pernah punya waktu untuk kita. Memang gaji ayah berapa sih?” tanya Wawan. “Hush, kamu ini ada-ada saja” jawab ibunya. Sambil berlalu ibunya menjawab “Yah sekitar 15 juta-an”. “Oh…” sahut Wawan.
Rupanya, Wawan sang anak yang cerdas, ia mampu menghitung “harga ayahnya” per-jam kerja. Ia mendapati angka sekitar 5o ribu per-jam.
Di suatu malam, Wawan tidak segera tidur menunggu ayahnya. Ayah yang baru datang kemudian marah melihat anaknya belum tidur padahal sudah malam. “Kenapa belum tidur Wan?” katanya dengan nada marah. “Belum Pa, menunggu Papa, kan sudah lama tidak pernah bertemu” sahut Wawan. ” Ya sudah, cepat tidur. Awas kalau begitu lagi, Papa ini sibuk, tidak usah ditunggu-tunggu” kata ayahnya lagi. Wawan pun beranjak ke kamar tidurnya.
Setengah jam berlalu, ayahnya, dengan kesal dan penasaran melihat ke kamar Wawan memastikan apakah ia sudah tidur atau belum. Ternyata, Wawan belum juga tidur. Ketika dibentak ayahnya untuk segera tidur, Wawan malah bertanya kepada ayhnya, “Papa, boleh nggak Wawan pinjam uang Papa”. Dengan bertambah marah ayahnya berkata “kamu ini, bukannya langsung tidur malahan meminta uang segala. Memangnya selama ini kamu kurang jajan?” hardiknya.
Sambil mengambil uang yang disimpan di lemari pakaiannya Wawan kembali berkata kepada ayahnya. “Enggak ayah, Wawan enggak kurang jajan, justru lagi menabung. Dan tabungannya baru ada 30 ribu, jadi kurang 20 ribu” katanya lagi. “Ayahnya tambah marah mendapat jawaban itu, karena ia merasa terganggu dengan anaknya yang tidak segera tidur tetapi justru merepotkannya dengan pertanyaan dan permintaan. Padahal, ia ingin segera mengerjakan pekerjaan kantornya yang masih tertunda.
“Sebenarnya kamu ini ada apa sih?” kata ayahnya lagi. Sambil agak ketakutan ayahnya tambah mara, Wawan kemudian berkata “Papa, aku ingin membeli waktu ayah”. Kontan ayahnya tambah marah. Wawan pun melanjutkan, “Aku sudah menghitung gaji Papa. Dan aku tahu, gaji Papa dalam satu jam sekitar 50 ribu-an. Wawan sudah mengumpulkan 30 ribu, kurang 20 ribu. Makanya, Wawan ingin meminjam uang sama Papa 20 ribu supaya Wawan bisa membeli waktu Papa, barang satu jam saja. Papa…, kalau sudah Wawan beli waktu Papa, nanti Papa pulang lebih awal satu jam. Wawan kangen sama Papa dan ingin bersama papa satu jam saja…”
Sang ayah terduduk lemas mendengarkan ungkapan anaknya. Ia yang begitu egois mementingkan diri dan pekerjaannya (meskipun dengan alasan yang terdengar logis, demi keluarga). Tetapi, ia selama ini telah melupakan hal terbesar dalam hidupnya, anaknya kini telah tumbuh besar dan membutuhkan sosok ayahnya, bukan sekedar uang dan harta yang telah ia peroleh. Sang ayah pun menangis tersedu-sedu sambil memeluk anaknya, sambil berkata “maafkan Papa sayang. Papa menyesali semua ini. …”
=================================
.
LUPAKAN KEBAIKANMU …
Sahabat.
Dua Hal Yang Harus Dilupakan Dalam Hidup Adalah :
KEBAIKAN Kita Kepada Orang Lain Dan KESALAHAN Orang Lain Terhadap Kita
Bila kita mempunyai KESEMPATAN dan KEMAMPUAN untuk berbuat baik LAKUKANLAH…
Karena banyak orang yang mempunyai KEMAMPUAN Tetapi tidak memiliki KESEMPATAN.
Demikian juga banyak yang mempunyai KESEMPATAN tetapi tidak punya KEMAMPUAN melakukan kebaikan.
Ssahabat,
Dahulu disebuah perkampungan tinggal seorang nenek yang sudah sangat tua. Namun kondisi tubuhnya masih sangat sehat. Walaupun usianya sudah lanjut dirinya masih bisa mencari nafkah sendiri. Walaupun hidup sendiri, dirinya tidak pernah terlihat sedih. Setiap waktu bibirnya selalu mengembangkan senyum dan raut mukanya ceria.
Nenek ini tidak menjadi beban para tetangga, sebaliknya para tetangga menjadikan beliau sebagai tempat mencari jalan keluar untuk berbagai masalah, karena Sang nenek memang terkenal suka membantu terhadap sesama, beliau akan memberikan bantuan sebanyak yang ia bisa. Kalau memang harus memberikan bantuan berupa materi, ketika ia punya dirinya tak segan-segan memberikan kepada yang lebih membutuhkan. Tidak hanya orang yang tidak mampu saja yang sering minta bantuan kepada Sang nenek, banyak juga orang kaya bahkan pejabat setempat mendatanginya untuk sekedar meminta nasehat. Masyarakat setempat sangat mengagumi dan menghormati Sang nenek mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua.
Suatu hari dirinya pun didatangi seorang pejabat desa setempat, pejabat ini terkenal sangat dermawan. Namun pejabat ini tetap merasakan pamornya kalah dengan Sang nenek. Ia merasakan apa yang dilakukan jauh melebihi sang nenek.
Ia selalu membantu rakyatnya yang kesusahan dan ia merasakan apa yang didapat tidak setimpal. Hatinya sangat gelisah dan pejabat ingin mencari tahu apa yang diperbuat nenek sehingga Sang nenek mendapatkan simpati yang melebihi dirinya.
”Nenek aku ingin tahu rahasia nenek sehingga nenek begitu dihormati disini ?” Tanya pejabat.
”Nenek tidak melakukan apa-apa” Jawab nenek dengan gaya khasnya yang selalu tersenyum tulus kepada siapa saja.
”Aku benar-benar ingin tahu nenek, Aku merasakan aku sudah berusaha yang terbaik untuk rakyatku tetapi mengapa aku masih tetap saja gelisah. Bukankah kata orang-orang bahwa yang selalu berbuat baik hidupnya akan tenang”
”Itu betul tuan pejabat” Nenek menjawab singkat.
”Kalau berbicara kebaikan aku yakin aku jauh lebih banyak berbuat baik dibandingkan nenek. Tapi bagiku bisa membantu orang merupakan satu karunia terbesar yang harus aku syukuri”
”Itu juga betul tuan pejabat”
”Aku bisa merasakan dan sangat yakin hidup nenek jauh lebih tentram dan bahagia dari aku” Tuan pejabat makin gelisah.
”Lagi-lagi tuan pejabat betul” Sang nenek memberikan jawaban yang sama dan pembawaannya juga tetap tenang.
”Mengapa bisa demikian?” Airmuka pejabat mulai berubah. Wibawa Sang pejabat hampir tidak terlihat dan berganti sosok yang memelas yang lagi membutuhkan pertolongan.
”Apakah tuan pejabat benar-benar ingin tahu penyebab kegalauan tuan?” Sang nenek pun melontarkan pertanyaan.
”Iya nek” Balas tuan pejabat.
”Sesungguhnya nenekpun belum tahu apa penyebabnya, yang bisa nenek lakukan adalah mencari akar permasalahan yang menyebabkan tuan gelisah” Kali ini nenek berbicara dengan nada yang sangat berwibawa. Dan kewibawaannya semakin membuat si pejabat ciut.
”Baiklah, nenek ingin tanya hari ini tuan sudah berbuat kebaikan apa saja dan kejahatan atau kesalahan orang lain apa yang diterima tuan ?” Nenek menatap dalam-dalam sedangkan tuan pejabat tidak berani membalas tatapan Sang nenek.
Ia tertunduk sedih.
”Hari ini aku telah membantu sebuah keluarga yang kelaparan. Aku terharu melihat mereka menitik air mata saat menerima bantuan dariku, tapi yang membuatku kesal saat aku menuju kesini ditengah jalan aku bertemu seorang yang terpeleset dijalan, aku menolongnya, dia bukannya berterimakasih malah memaki-maki aku dengan kata yang kasar katanya aku jadi pejabat tidak becus. Masa, jalan lagi rusak tidak diperbaiki. Padahal kondisi jalan sama sekali tidak rusak. Aku benar-benar tidak bisa diterima, air susu dibalas dengan air tuba” Jelas pejabat panjang lebar.
”Lupakan itu semua maka hidup tuan akan tenang”
”Maksud nenek?” Tuan pejabat makin bingung.
”LUPAKAN KEBAIAKAN KITA kepada ORANG LAIN dan juga LUPAKAN KESALAHAN ORANG LAIN terhadap KITA”
Akhirnya tuan pejabatpun paham apa yang membuat dirinya TIDAK TENANG dan mengapa hidup Sang nenek begitu dihormati. Tuan pejabat pun berpamitan pulang dan ia telah menemukan KUNCI HIDUP TENTERAM. Setelah itu, wajah tuan pejabat pun selalu terlihat ceria dan mengembangkan senyum. Dirinya pun tidak mengingat kebaikannya dan kesalahan orang lain.
###
BERBUAT BAIK itu MULIA, MAMPU MEMAAFKAN JAUH LEBIH MULIA
KEBAIKAN Akan Kehilangan NILAI LUHURNYA Jika Mengharapkan PAMRIH, Dan KSELAHAN ORANG LAIN Pun Akan Membawa BERKAH Jika Kita BISA MEMAAFKAN
###
Suatu ketika seorang pria bertanya kepada Rasulullah SAW tentang akhlak yang baik, maka Rasulullah SAW membacakan firman Allah:
“Jadilah engkau PEMAAF dan PERINTAHKAN orang mengerjakan yang MA’RUF, serta BERPALINGLAH dari orang-orang yang BODOH.” (QS al-A’raaf [7] : 199).
Kemudian beliau bersabda lagi, “Itu berarti engkau harus MENJALIN hubungan dengan orang yang MEMUSUHIMU, MEMBERI kepada orang yang KIKIR kepadamu dan MEMAAFKAN orang yang ZHOLIM kepadamu.” (Hr. Ibnu Abud-Dunya)
Allah berfirman dalam Hadits Qudsi yang artinya : ” Nabi Musa a.s telah bertanya kepada Allah : ” Ya Rabbi ! Siapakah diantara hamba-Mu yang lebih mulia menurut pandangan-Mu ?” Allah berfirman :” Ialah orang yang apabila BERKUASA (menguasai musuhnya), dapat SEGERA MEMAAFKAN.” (Kharaithi dari Abu Hurairah r.a)
Dalam Perang Uhud Rasulullah mendapat luka pada muka dan juga patah beberapa buah giginya. berkatalah salah seorang sahabatnya :” Cobalah tuan doakan agar mereka celaka.” Rasulullah menjawab :”Aku sekali kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada KEBAIKAN dan PENEBAR KASIH SAYANG. Lalu beliau menengadahkan tangannya kepada Allah Yang Maha Mulia dan berdoa ” Ya Allah AMPUNILAH kaumku , karena mereka TIDAK MENGETAHUI .”
” Dan hendaklah mereka SUKA MEMAAFKAN dan MENGAMPUNI. Apakah kalian tidak suka Allah MENGAMPUNI kalian ? ” (QS. An-Nuur ; 22)
wallahu a’lam bishowab
Wassalam
Sumber: http://www.rumah-yatim-indonesia.org
===============================
.
DIJAMIN DAN TIDAK DIJAMIN
Di sela-sela obrolanku dengan istri di sore hari, ia menceritakan ungkapan sederhana dari seseorang, tapi bagi saya justru mutiara yang indah.
Istriku menceritakan, bahwa beliau berkata: “Kenapa juga ya, manusia begitu ngoyo, ngotot, bekerja keras kepada sesuatu yang sudah dijamin. Tapi anehnya, mereka begitu santainya dalam mengejar yang tidak ada jaminanya”. Paparnya lagi, “ya, rizki manusia itu kan sebenarnya sudah dijamin sepenuhnya oleh Allah, tidak ada makhluk di muka bumi kecuali sudah disediakan rizkinya, tetapi, siang-malam, mati-matian kita mengejarnya, walaupun sudah dijamin”.
Lanjutnya lagi, “Sedangkan kita semua, tidak ada yang menjamin akan masuk surga kan? Tapi, kita semua santai dalam mengejarnya, padahal tidak ada jaminannya”.
Masya Allah, benar ya…
=========================
.
PASRAH KEPADA SIAPA?
Pemilu 9 April 2009 berlalu sudah. Sebagian besar orang memilih para wakilnya, meskipun sebenarnya tidak semuanya mengenal para CALEG yang dipilihnya. Semuanya pasrah bulat-bulat kepada para caleg untuk mengurus negeri ini, padahal sekali lagi, kita tidak mengenal mereka, apakah mereka orang yang benar, amanah, atau justru orang-orang oportunis, iri, dengki, rakus, bahkan terselubung niat busuk untuk “menjual” negeri ini.
Kepada yang kita tidak kenal baik saja kita mau pasrah penuh, tapi kepada Allah SWT Yang Maha Benar janjinya, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kita malahan tidak pernah mau pasrah?
Kita tidak mau pasrah kepada-Nya bahwa rizki itu di tangan-Nya.
Kita tidak mau pasrah dan patuh kepada-Nya untuk mengikuti aturan syari’at Islam, karena itu pasti benar dan untuk kebaikan manusia itu sendiri, bukan untuk Allah, karena Allah tidak punya kepentingan.
Yah, beginilah kita ……
=========================